Selamat Datang

Senin, 16 Maret 2009

estetika

Di dunia seni, seluk beluk keindahan dikenal sebagai persoalan “estetik”. Istilah “estetik” ini berasal dari istilah dalam Bahasa Yunani kuno yaitu aesthesis, yang pengertiannya adalah “persepsi rasa” (sense perception). Dalam kebudayaan Yunani, persepsi rasa ini merupakan bagian dari dunia filsafat dan bisa diartikan sebagai “pikiran yang muncul dari rasa” (tidak absolut). Dibedakan dari pikiran yang muncul dari logika (cenderung absolut).

Bahkan Aspek kehidupan intelektual dan spiritual masyarakat sejak jaman dahulu pengaruh estetika demikian menonjol, berpengaruh langsung maupun tidak langsung. Ambil contoh bangsa Yunani kuno betapa menganggap pentingnya arti keindahan dan seni dalam konsep hidup manusia. Demikian juga bangsa Indonesia, bahkan lebih tinggi menempatkan pentingnya keindahan dan seni dalam konsep hidupnya.

Estetika adalah keindahan, dia memiliki sifat yang abstrak, tapi dapat dinikmati.

Keindahan ada yang bersifat subjektif dan objektif.
Maksud dari keindahan subjektif adalah bahwa persepsi setiap orang berbeda satu dengan yang lainnya, sehingga dalam menangkap dan menikmati suatu keindahan tentu akan berbeda-beda pula. Sesuatu yang indah menurut individu tertentu belum tentu ditangkap sebagai sesuatu yang indah menurut individu yang lain. Sedangkan makna bahwa keindahan bersifat objektif adalah bahwa pada hakekatnya suatu keindahan dapat dirasakan oleh setiap orang.

Estetika atau keindahan adalah ruh kesenian. Keindahan dalam seni rupa jelas muncul dalam wujud atau perupaan. Di kosmologi Jawa, seni itu berangkat dari konsep apik, yang di dalamnya diisi oleh segala yang indah, atau endah (Pijar Pijar Penyingkap Rasa, Bagoes P Wiryomartono). Itu sebabnya Guernica Picasso dan Pembunuhan 3 Mei 1808 Francisco de Goya yang bercitra penuh darah tetaplah jadi bagian dari perhelatan visual para pemandangnya. Begitu juga aneka instalasi Christo-Jeanne Claude atau keris luk limo Sinarasah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar